Fath Jacket: Cream Color

Wednesday, January 30, 2013
Assalamu'alaikum

Melanjutkan post sebelumnya, Di sini saya memakai Fath Jacket dengan warna yang berbeda, yaitu cream. Fath Jacket seluruhnya ada 4 warna, grey, cream, brown, black. Karena cream adalah warma yang lembut, agar penampilan lebih kontras saya memadukannya dengan basic velvet dress warna hitam.  Sampai saat ini basic dress warna hitam masih menjadi pilihan favorit saya. Selain karena mudah dipadukan dengan warna lain, dress ini juga sangat nyaman digunakan karena sangat lebar sehingga memudahkan kita untuk bergerak bebas. Pilihan tas yang berwarna terang juga memberi titik fokus dan menambah nuansa kontras pada keseluruan outfit. 






Tampak belakang Fath Jacket

My Outfit:
Scarf by KIVITZ
Fath Jacket (Cream) by Fitri Aulia
Basic Velvet Dress (Black) by KIVITZ

Wassalamu'alaikum

Fath Jacket: Grey Color

Tuesday, January 29, 2013
Assalamu'alaikum

Banyak cara untuk memadukan jaket/blazer, misalnya dengan H-line skirt atau ada juga yang suka memadukannya dengan celana. Namun saya lebih memilih untuk menggunakan dress A-line sleveeless yang megar untuk menampilkan sisi keanggunan, feminin, namun dengan tetap sopan. Salah satu alasan lainnya adalah dengan dress lebar ini bisa mengurangi lekuk tubuh.

New Collection dari brand 'Fitri Aulia' ini adalah sebuah jaket berbahan linen dengan sedikit motif garis-garis. Jaket ini cocok digunakan untuk acara-acara formal. Jika ingin digunakan untuk acara santai, tambahkan dress berbahan katun atau kaos atau bisa juga dengan long skirt.

Fath Jacket is available at MEIN, Kemang.





My Outfit:
Scarf by KIVITZ
Fath Blazer (Grey) by Fitri Aulia
Basic Velvet Dress (Purple) by KIVITZ

Wassalamu'alaikum

Working in my Underwear

Saturday, January 26, 2013

Stripping down for my first day in Toronto



I am currently sitting in my new apartment munching on almond clusters and drinking green tea, so you can see, I have basically made myself at home here in Toronto. I could be out exploring but right now I am in need of rest. I got a lot of exploring in yesterday, not all of it intentional.

I walked to the Elite office in the morning to meet everyone, take digitals, and switch my pictures into my new portfolio and then I had to travel over an hour outside of downtown for a photo shoot. I’m still not sure how I managed to end up on the wrong bus but I did. All I can say is thank god I’m still in Canada so I could use Google maps on my phone. After well over an hour of traveling, I ended up hopping off the bus when it was neighbouring the location and calling a taxi take me the rest of the way – which by then only took ten minutes. It was stressful to say the least (I hate being late) and very cold as this adventure took place in -15 degree weather and light snow.

But I made it to my shoot and the day became much improved. The team at the shoot was very easy-going and fun. Jennifer did some amazing makeup on me and shooting with Desiree was close to effortless.  I also shot a couple of photos with a fellow model at Elite. Luckily we hit it off because we were basically still introducing ourselves while we wrapped our arms around each other’s lingerie-clad bodies for the pictures. There is no room for shyness at photo shoots.


I always love to have fun on my shoots so when Desiree mentioned having a stuffed version of a character from What The Duck and that photographers at Humber College have been incorporating him into their shoots for a contest I immediately offered to take a shot with him. 




Young Age Marriage

Thursday, January 24, 2013
Assalamu'alaikum

Dua hari yang lalu, seorang wartawan dari majalah Janna, grup Republika datang ke kantor saya untuk interview dengan tema "Pernikahan di Usia Muda". Saya dan suami menyambutnya dan kami di-interview bergantian. Sang wartawan menanyakan awal cerita bagaimana kami pertama bertemu dan menikah. Kami pun menceritakannya dengan lengkap.

Mungkin kamu belum tahu bagaimana awal cerita pernikahan saya dengan suami. Beberapa teman-teman ada yang pernah menanyakan soal itu. Ceritanya begitu sederhana, begitu spontan, dan begitu cepat. Saat itu awal tahun 2010, suamiku Mulky saat itu berusia 24 tahun (saat itu belum menikah). Dia bekerja sebagai designer grafis pada sebuah penerbitan buku Islam. Alhamdulillah, walaupun penghasilan tidak seberapa, namun dia sanggup bekerja sambil kuliah S2 Design di salah satu universitas di Jakarta. Bekerja setiap hari, di tambah dengan kuliah hingga malam membuat suami saya merasa hidup 'kesepian'. Maklum, suami saya anak bungsu dan kedua orang tuanya saat itu bekerja dinas di padang. Dia hanya sendirian bersama dengan kakak perempuannya di Jakarta. Hal inilah yang membuatnya ingin cepat menikah, karena dia berpikir tidak akan merasa sendirian setelah menikah. Alasan yang sangat polos dan sederhana. Namun bagi saya alasan ini sangat jujur.

Ada niat ada jalan, walaupun saat itu suami saya tidak tahu ingin menikah dengan siapa, seorang teman pengajiannya yang juga adalah teman saya, mengenalkan dan "merekomendasikan" saya untuk menjadi isterinya. Saya yang saat itu berusia 22 tahun dan belum tamat kuliah, sebenarnya juga orang yang sangat mirip dengan suami saya. Saya paham betul kebutuhan saya memiliki pasangan. Kami menyukai jalan yang simple dan pasti. Secara spontan suami saya menanyakan secara tidak langsung (karena kami tidak kenal secara langsung) apakah saya siap untuk menikah? Setelah saya memperhatikan dia, menanyakan tentang keluarganya, dan melihat keseriusan niatnya yang mulia. Siapa perempuan yang tidak suka dengan laki-laki yang berani memberi kepastian? Maka saya mengatakan 'iya'. Namun, saya ingat ayah saya pernah berpesan boleh menikah asal sudah tamat kuliah. Kebetulan, saat itu saya sedang menunggu wisuda yang tinggal 2 bulan lagi. Jadi suami saya saat itu harus menunggu 2 bulan, baru kami bisa menikah.

Tepat dua minggu sebelum rencana pernikahan, kami mendapat musibah. Ayah suami saya divonis menderita kanker paru-paru stadium 1. Hal ini membuat kedua keluarga besar kami sangat terkejut. Untungnya, kanker paru-paru ini baru stadium 1 dan bisa langsung diambil tindakan operasi. Mau tidak mau, kami harus menunda tanggal pernikahan kami sampai ayah suami saya pulih setelah operasi. Hari pernikahan yang sudah kami jadwalkan berubah menjadi setelah idul fitri. Booking masjid dan gedung pernikahan yang sudah dilakukan terpaksa dibatalkan walaupun sudah dibayar. Segala persiapan biaya pernikahan kami kini digunakan untuk biaya operasi ayah suami saya. Bagi kami ini merupakan sebuah bentuk ujian dari Allah Swt kepada keluarga kami agar kami semakin ikhlas dan sabar. Saya dan suami mencoba melihat hikmah dari cobaan ini. Meskipun semua rencana teknis pernikahan jadi berubah, namun kami tetap bersyukur bahwa pernikahannya tetap akan dilaksanakan walau tertunda.

Pada tanggal 12 September 2010, saya dan suami menikah dengan proses yang sangat sederhana. Kami melaksanakan akad nikah di sebuah masjid dilanjutkan resepsi di rumah. Saat itu ayah suami saya masih dalam pengobatan namun sudah bisa berjalan. Walaupun dilangsungkan secara sederhana, namun kebahagiaan kami tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ujian kesabaran berhasil dilalui menuju  kemenangan. Dua hari setelahnya kami pergi berbulan madu ke KL, Malaysia. Pada saat itulah saya baru mengenal karakter suami saya yang sebenarnya. Ternyata orangnya sangat bersemangat. Penuh mimpi dan ide-ide kreatif.  Bulan madu kami dipenuhi dengan diskusi-diskusi membicarakan impian di masa yang akan datang. Kami membicarakan ide untuk memulai merintis usaha clothing line sepulangnya ke Jakarta.


Pulang dari bulan madu, suami saya langsung resign dari pekerjaannya di penerbitan buku (sangat spontan ^^). Dia beralih profesi menjadi dosen branding design di salah satu Universitas Swasta. Alasannya simple, dia ingin mencari profesi yang punya banyak waktu luang, agar sebagian waktunya dipakai untuk merintis usaha bersama saya. kemudian lahirlah KIVITZ pada 10 Oktober 2010, yang awalnya hanyalah sebuah blog fashion tempat menuliskan ide dan gagasan saya. Tepat 5 bulan kemudian, saya meluncurkan brand KIVITZ dengan modal hanya 4 juta Rupiah dari tabungan gaji suami saya. Saat itu saya semakin aktif mendesign busana muslim dan mengawali dengan menjualnya secara online. Alhamdulillah KIVITZ kini semakin berkembang dan distribusinya juga semakin luas.

Dari interview dengan wartawan majalah Janna tersebut saya menceritakan kisah ini semua. Dialog ini membuat saya sadar, bahwa 'pernikahan muda' yang membawa banyak keberkahan bagi saya dan suami, ternyata masih menjadi hal yang ditakuti dan berat untuk dilakukan sebagian pemuda zaman sekarang. Umumnya, mereka masih memikirkan sisi-sisi yang terlalu logis mengenai penghasilan, kemapanan, pesta nikah yang besar, harus saling mengenal pasangan terlebih dahulu, rumah, mobil, dan lain sebagainya. Percaya atau tidak,  saya dan suami tidak terbersit semua hal itu sama sekali ketika akan menikah. Karena kami percaya bahwa dalam Islam, pernikahan adalah sesuatu yang harus disegerakan jika memang kita ingin menikah. Mengimani Islam berarti percaya kepada Allah dengan segala ketentuan yang sudah ditetapkannya. Kadang beberapa hal dalam Islam memang sulit diterima logika kebanyakan orang, sehingga timbul rasa ragu untuk menikah dan muncul pertanyaan-pertanyaan berikut,

Apakah laki-laki dan perempuan  harus saling mengenal kepribadian sebelum menikah?
Apa benar untuk menikah sebaiknya mapan terlebih dahulu?
Apakah menikah harus dengan pesta semewah dan semeriah mungkin?
Apakah menikah mengurangi rezeki karena kita jadi membaginya bersama pasangan?   
Apakah mempunyai anak malah membuat keuangan rumah tangga menjadi berkurang?
dan lain sebagainya... 

Apabila kita menunda menikah karena masih memikirkan hal-hal seperti itu, berarti kita belum percaya sepenuhnya dengan ketentuan Islam. Belum percaya bahwa setelah menikah, rezeki seseorang justru malah dilipatgandakan oleh Allah.

Kalau boleh jujur, pertanyaan-pertanyaan di atas, satupun tidak terlintas dalam benak saya dan suami. Karena kami tahu hal tersebut tidak termasuk prioritas pernikahan dalam Islam. Kami paham betul bahwa pernikahan merupakan sebuah kebutuhan primer, yang harus segera dilakukan tanpa memikirkan hal-hal sepele seperti pertanyaan di atas. Sedihnya, hal-hal tersebut dianggap penting bagi sebagian masyarakat sehingga membuat mereka menjadi sangat hati-hati untuk memutuskan menikah. Bahkan rela bertahun-tahun menyiapkan semua hal itu sebelum menikah. Itu pun kalau pada akhirnya jadi menikah, bagaimana kalau tidak jadi? Na'udzubillahimindzalik..

Rasulullah Saw tidak harus mengenal Khadijah bertahun-tahun sebelum memutuskan untuk menikah, namun ternyata pernikahan tersebut sangatlah harmonis hingga maut memisahkan mereka. Nabi juga tidak memaksakan untuk mempersiapkan pesta pernikahan yang mewah berlebihan. Bukan karena beliau miskin, tapi untuk menunjukkan kesederhanaan. Beliau malah sanggup memperbesar jumlah mahar berupa seratus unta, yang mana tentu lebih bermanfaat bagi istrinya dibandingkan mewahnya sebuah pesta pernikahan. Rasulullah juga tidak menunggu dirinya mapan sebelum menikah, karena yakin bahwa rezeki setelah menikah itu sudah digariskan Allah.    

Justru kalau kita mau berkaca pada diri sendiri, apa sebelum menikah kita pernah memikirkan hakikat pernikahan seperti,

Seberapa dalam saya memahami konsep pernikahan dalam Islam?
Apakah saya sudah siap mentaati suami sebagai imam sepenuhnya?
Apakah suami saya siap menjadi imam bagi saya?
Bagaimana saya menanamkan konsep Islam kepada pasangan dan anak-anak saya nantinya?
Bagaimana suami saya menjalani profesi yang baik dan halal untuk menafkahi keluarga kami?

Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang seharusnya dipersiapkan bagi sepasang manusia yang ingin menikah. Karena pemahaman (mind set) yang benar, akan membawa kepada keberkahan keluarga tersebut di mata Allah Swt. Visi hidup yang jelas menjadikan keluarga tersebut menjadi solid, sehingga urusan-urusan dunia dan akhirat menjadi mudah dijalani.

Kesimpulannya adalah, pernikahan adalah sesuatu yang harus diniatkan karena Allah, diusahakan dengan ikhtiar kepada Allah, dan mengembalikan segala permasalahannya pada Allah. Apabila kita menjalankan sepenuhnya sesuai dengan ajaranNya, tentu Allah akan memudahkan segala urusan kita. Disamping itu, penting bagi kita untuk terus mempelajari ajaran Islam secara lebih mendalam, sebagai panduan dalam kehidupan menuju keberkahan.

(left) KL, September 2010 - (right) KL, January 2013

Wassalamu'alaikum

Parking Lot

Saturday, January 19, 2013
Assalamu'alaikum

Akhir-akhir ini Jakarta sedang mengalami hujan yang terus menerus. Tapi aktivitas mau tak mau tetap tidak boleh berhenti. Dengan menggunakan outfit ala winter karena cuaca Jakarta yang sedang dingin, seperti biasa saya pergi ke fX Mall, Senayan.


Padanan warna merah dan hitam memang tak ada matinya. Namun kali ini saya menambahkan warna lain seperti abu dan coklat pada item lainnya, yatu di baju dalam dan sepatu boot, untuk menambah kesan fresh dalam outfit ini. Tak ada salahnya menggunakan boot, asal sesuai dengan moment-nya ;)



My Outfit:
Scarf by KIVITZ (Sold Out)
Qonita Blazer (Red) by KIVITZ
Fatin Skirt (Black) by KIVITZ (Out of Stock)
Boot by Forever 21

Wassalamu'alaikum

New Beginnings

Thursday, January 17, 2013

So far, I have high hopes for 2013. I've already started making changes, have you?

My Next City Affair

Wednesday, January 16, 2013



 I am now in possession of a one way ticket to Toronto and limited artistic skills

I’ve gotten pretty good at leaving. At packing up a season’s worth of clothes, saying goodbye to a season’s worth of friends which is always the part I dread and heading to the subsequent destination. Next week will be my seventh move in the past year and a half including three countries in Asia, and three cities in British Columbia. It’s a life full of new beginnings and a lot of opportunities to either get lost or find myself, whichever I prefer. 

Now that my arrival plans are finalized for my Toronto trip, excitement is finally beginning to work its way into my mind. Being at home for the past month has been relaxing and comforting and just a bit distressing; I’ve caught up with family and old friends, picked up forgotten habits, and had time to hear myself think. Nonetheless, I’ve been going stir crazy half the time. My motivation dissipates when I don’t have something to keep me going. The thought of my new downtown apartment in Toronto and a new job working with Elite Model Management makes me feel like I’m back on track. 

Despite my ticket being a one way purchase, I plan on returning to BC in three or four months after my affair with the east. I did promised my parents I would not fall in love in love in Toronto and stay there but I make no promises, my heart is not in the habit of listening to me and I may just fall in love – either with a man or more likely, with the city itself. Although, it will have to be pretty outstanding to replace Vancouver or even Tokyo in my heart.